Sejarah Desa
Gambar 1, memperlihatkan sekelompok anak di Dusun Princi, Desa Gadingkulon.
Gambar 2, menunjukkan topografi Kecamatan Dau dibuat sekitar tahun 1874.
Sejarah Desa Gadingkulon tidak terlepas dari sejarah masyarakat Jawa di Kabupaten Malang. Konon pada masa itu ada seorang bangsawan dari Kerajaan Mataram yang bernama Mbah Sri Gading dan Punggawanya yang melarikan diri sampai ke wilayah kaki sebelah Utara Gunung Kawi. Mereka membuka sebuah hutan yang kemudian dijadikan sebuah padusunan yang sekarang kita kenal dengan Desa Gadingkulon. Kata Gading diambil dari nama yang membuka desa (bedah Krawangan) yaitu Mbah Sri Gading yang sampai sekarang makamnya sangat dikeramatkan oleh semua warga, dan kata Kulon berarti Barat yang menyatakan letak desa yaitu ada di Barat.
Sampai saat ini, Desa Gadingkulon mempunyai tiga Dusun, yaitu:
- Dusun Sempu. Konon wilayah ini dulunya banyak pohon sempu.
- Dusun Krajan. Konon wilayah ini adalah merupakan pusat Pemerintahan Desa.
- Dusun Princi, karena wilayah ini tidak terlepas dari sejarah Mbah Raden Juned Zaenudin yang juga Punggawa dari Kerajaan Mataram yang membuka wilayah ini, konon salah satu anaknya yang bernama Kinabulan Angsal Kaliman yang terkenal dengan nama Mbah Kabul, waktu membuka wilayah ini menemukan sebongkah batu yang bertuliskan “marinci” yang akhirnya di kenal dengan Dusun Princi. Berdasarkan sejarah Mbah Kabul mempunyai tongkat yang sakti, dengan tongkatnya beliau membuat sungai yang sampai sekarang dinamakan Dauwan Kabul dan sampai sekarang makamnya sangat di keramatkan terutama warga Dusun Princi.
Di Desa Gadingkulon terdapat tradisi yang bernama Selametan Air, yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Acara ini dilakukan di sumber mata air di setiap dusun, di mana masyarakat berdoa bersama-sama, dan setelah itu makan bersama-sama. Tradisi ini mencerminkan rasa syukur dan kebersamaan warga desa dalam menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
NO | KEPALA DESA | TAHUN | KETERANGAN |
1 | Bapak Lasi | 1846 - 1873 |
|
2 | Bapak Koncar | 1879 - 1908 |
|
3 | Bapak Gawok | 1909 - 1928 |
|
4 | Bapak Wiryo Diharjo | 1929- 1945 |
|
5 | Bapak Sa’im | 1945 - 1951 | Versi RI |
6 | Bapak Ruslan | 1946- 1950 | Versi Belanda |
7 | Bapak Boenasir | 1951 - 1980 |
|
8 | Bapak Tadjung R.U | 1985 - 1993 |
|
9 | Bapak Rianto | 1994 - 2001 |
|
10 | Bapak Heriyanto | 2001 - 2011 |
|
11 | Bapak Wahyu Eddi Prihanto | 2011 - Sekarang |
|
Selain memiliki sejarah yang kaya sejak pendiriannya, Desa Gadingkulon juga pernah mendapatkan perhatian kolonial dan surat kabar pada masa lalu. Salah satu momen penting tercatat pada tahun 1935 ketika Gadingkulon menjadi perhatian dalam sebuah artikel surat kabar kolonial. Hal ini menunjukkan bahwa desa ini memiliki peranan penting dalam berbagai peristiwa yang tercatat dalam sejarah.
Salah satu momen penting tercatat pada tahun 1935 ketika Gadingkulon menjadi perhatian dalam sebuah artikel surat kabar kolonial ‘Soerabaijasch Handelsblad’. Artikel tersebut melaporkan aksi kavaleri merah yang melakukan pengintaian dari barat ke timur, termasuk perjalanan melalui Kaliampo menuju Gadingkulon, kemudian menuju Tegalweru dan Merjosari untuk mengintai ke arah Tlogomas. Kavaleri ini bertemu dengan skuadron biru ke-6 di Gadingkulon sebelum akhirnya bergerak ke Princi. Upaya untuk mencapai Sempu (Sempoe) terhambat, dan infanteri yang diarahkan ke Sempu harus mundur ke Tegalwaroe.
Sorotan lain pada masa kolonial tercermin dalam sebuah artikel surat kabar ‘New Venlosche Courant’ yang terbit pada 31 Agustus 1953. Artikel tersebut menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Dr. De Jong, direktur rumah sakit misionaris Soekon, yang menyelidiki penyakit gondok di beberapa desa termasuk Gadingkulon.
Pada tahun tersebut, Dr. De Jong melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap penduduk Gadingkulon yang saat itu berjumlah 145 jiwa. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa gondok terutama menyerang perempuan dan anak perempuan, dengan 57 kasus dari 99 orang yang diperiksa. Namun, sensus terbaru kemudian menunjukkan bahwa jumlah penduduk sebenarnya adalah 1021 jiwa, lebih banyak dari yang dilaporkan sebelumnya. Ketidakhadiran sebagian penduduk dalam pemeriksaan kesehatan disebabkan oleh ketakutan terhadap tindakan medis, khususnya penggunaan pisau bedah.
Translasi Surat Kabar
tak ada hasil tanpa usaha.
ketakutan terhadap pisau bedah teratasi.
Koresponden Soer. Hbl. te Malang menulis:
Dr. De Jong, salah satu direktur rumah sakit misionaris Soekon, melakukan penyelidikan terhadap kasus penyakit gondok di beberapa desa di lereng Kawi. Menurut laporan, ada 145 penduduk di Gadeng-koelon. Setelah panggilan tersebut, 99 di antaranya mendaftar dengan hasil sebagai berikut:
Sampai 20 tahun: diperiksa 37, kasus gondok 8, di atas 20 tahun: diperiksa 62, kasus gondok 49.
Sebanyak 39 perempuan hadir dan 36 diantaranya menderita penyakit gondok. Oleh karena itu, penyakit gondok terutama terjadi pada anak perempuan dan perempuan.
Jumlah 145 penduduk untuk desa besar ini adalah B.B. agak mencurigakan dan dengan sensus terbaru sebagai titik awal, pernyataan yang benar dibuat berdasarkan perubahan yang terjadi setelahnya. Sekarang tampaknya: 1021!
Asisten wedono Dahoe kemudian memulai penyelidikan atas ketidakhadirannya dalam pertemuan yang khusus diadakan untuk pemeriksaan kesehatan dan. Dinyatakan secara aklamasi bahwa hanya ketakutan akan pisau bedah yang menyebabkan penderita gondok melewatkan pertemuan medis dan bahwa jumlah penduduk di berbagai dusun juga memberikan gambaran yang salah.
Hal serupa terjadi di Dessa Printji. 231 orang berkumpul di sana dan menurut catatan mereka, seluruh dessa kini telah selesai! Setelah dilakukan penyelidikan oleh B.B. Namun ternyata warganya harus berjumlah 547 orang.
Dari 231 orang yang muncul, 128 orang diperiksa, dan ditemukan 83 kasus penyakit gondok.
Relawan UNTUK!
Pada kunjungan terakhir B.B. panggilan umum dilakukan kepada masyarakat, menanyakan siapa yang akan secara sukarela menjalani perawatan medis, dll., dan lima pasien muncul. Hal ini ternyata menjadi sorotan utama Dessa Printji, gadis-gadis muda yang, mungkin untuk meningkatkan peluang mereka untuk menikah, ingin menghilangkan gondok yang tidak banyak membantu menyulut cinta di benak para pria muda yang ingin menikah. Jadi kita melihat rumah sakit misionaris sebagai semacam lembaga kecantikan dan operasinya sebagai bedah kecantikan!
Aksi kavaleri
Kavaleri merah, yang telah menyelesaikan penyeberangan pada pukul tujuh kurang seperempat, diperintahkan untuk melakukan pengintaian secara melingkar dari barat ke timur, sampai ke sungai. Sesuai perintah, aksi pengintaian ini perlu melalui Kaliampo menuju Gadingkoelon, dan selanjutnya ke tenggara hingga Tegalwareo dan Merdjosari, untuk mengintai ke arah Telogomas.
Pada awalnya korps kavaleri maju dengan cepat, namun Gadingkoelon belum tercapai ketika skuadron biru ke-6 kapten Fokkema ditemui dan mereka bergerak melintasi perbukitan ke arah barat hingga tercapai Printji. Dari sana mereka kembali melaju ke arah selatan untuk mencoba mencapai tujuan yang diinginkan dengan busur yang lebih besar lagi mengelilingi selatan, namun mereka tidak dapat mencapai lebih jauh dari Seloredjo, karena infanteri yang diarahkan ke Sempoe harus mundur ke Tegalwaroe dan maju lebih jauh ke sana. dari kavaleri merah.